Pembiaran Potensi Peluang PAD Dari Pajak Tambang Di Kabupaten Blitar

BLITAR -(deklarasinews.com)– Banyaknya aktifitas penambangan mineral bukan logam dan batuan ilegal maupun berijin harusnya menjadi potensi  peluang besar bagi PAD Kabupaten Blitar, namun masih menjadi dilema yang abu abu.

Aktivitas penambangan besar besaran Mineral bukan Logam dan Batuan  di Kabupaten Blitar yang sudah membayar pajak ataupun yang tidak membayar pajak daerah harusnya menjadi perhatian khusus pemerintah daerah. Meskipun para pengusaha tambang sudah lama beroperasi namun di duga tidak ada pengawasan yang layak ataupun tindakan tegas dari pemerintah khususnya APH Kota maupun Kabupaten Blitar bagi penambang yang melanggar aturan yang berlaku.

Kegiatan aktifitas penambangan besar besaran Mineral bukan Logam dan Batuan dimuat dengan armada yang melebihi tonase dan diduga telah mengakibatkan kerusakan lingkungan dan jalan di Kabupaten maupun Kota Blitar  juga diduga telah merugikan keuangan daerah Milyaran Rupiah  Pendapatan Asli Daerah (PAD ) dari sektor  Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan perlu penanganan secara serius karna menyangkut urusan perut juga kurangnya pengawasan dan penegakan hukum di wilayah kabupaten maupun kota Blitar.

BACA:   Sekum MW KAHMI Papua Lantik Pengurus MD KAHMI Yapen dan Waropen 2022-2025.

Seperti yang di ungkapkan ketua DPC Projo Kabupaten Blitar usai raker rutin ditemui awak media Sabtu (11/02/2023) siang mengatakan, mensikapi terkait pajak atas kegiatan pengambilan Mineral  bukan Logam dan Batuan, yang berasal dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan kesejahteraan masyarakat.

“Namun aktivitas penambangan besar-besaran pengambilan  Mineral bukan Logam dan Batuan  yang diduga masih abu-abu legalitasnya dan sudah lama melakukan penambangan, seperti di wilayah sungai Lahar Bladak dan aliran sungai kantong Kantong lahar di desa Kedawung, desa Sumberasri, Kecamatan Nglegok, desa Sumberagung,desa Ngaringan, desa Butun Kecamatan Gandusari dan di Kabupaten Blitar pada umumnya diduga semuanya kebal aturan dan peraturan,” jelas Karji.

Sementara itu Karji juga mengatakan telah surve ke lokasi para penambang dari semua masing-masing penambang yang di temui Karji Rianto mengatakan, mereka telah membayar KA kepada para Oknum yang tidak bertanggung jawab, baik Kota maupun kabupaten Blitar. Para penambang yang enggan di sebutkan namanya di lokasi penambangan, baik sungai kantong lahar di desa Kedawung, Sumberasri, Sumberagung, maupun di desa Ngaringan dan  Butun serta di wilayah Kabupaten Blitar lainya diduga banyak yang belum membayar pajak sesuai hasil penjualan bahan baku tambang dan banyak yang belum mengantongi ijin baik Ijin operasi maupun ijin produksi.

BACA:   Tebing 5 Meter di Sangubanyu Longsor dan Tutupi Jalan

“Kalau SK Gubernur Jatim, tentang Harga Patokan Penjualan Mineral Bukan Logam dan Batuan di jadikan Sebagai Dasar Pengenaan Pajak daerah, kalau sudah tidak berlaku lagi atau tidak bisa di taati maupun memberatkan pengusaha ataupun pemerintah, ya lebih baik di cabut saja,” tegas Ketua Projo.

Lanjut Karji menyampaikan, sudah jelas dan tegas sebagaimana SK Gubernur Jawa Timur Nomor 188/392/KPTS/013/2019 tentang Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Bukan Logam dan Batuan di Provinsi Jawa Timur yakni :

  1. Tanah Liat seharga Rp 50.000,00 per m3 dan/atau Rp 30.000,00 per ton;
  2. Zeolit seharga R p125.000,00 per m3 dan/atau Rp 75.000,00 per ton;
  3. Pasir Pasang seharga Rp 100.000,00 per m3 dan/atau Rp 60.000,00 per ton;
  4. Kerikil Berpasir Alami/Sirtu/Pasir Urug seharga Rp 75.000,00 per m3 dan/atau Rp 45.000,00 per ton;
  5. Batu Kali, Andesit dan Granit seharga Rp 125.000,00 per m3 dan/atau Rp 75.000,00 per ton;
  6. Tanah Urug seharga Rp 50.000,00 per m3 dan/atau Rp 30.000,00 per ton.
BACA:   Plt. Camat Kota Kisaran Timur Hadiri Pelantikan 193 Petugas PTPS 

“Seperti yang di sampaikan Kepala Bapenda Kabupaten Blitar, Asmaning Ayu beberapa waktu lalu kepada media, bahwa Bapenda tidak berani memungut pajak bagi penambang yang tanpa mengantongi ijin lengkap karena telah menyalahi aturan dan peraturan yang berlaku. Bila pemerintah daerah tidak segera mengambil sikap, tentunya kerusakan jalan pasti semakin memprihatinkan dan sudah seharusnya dalam hal ini Eksekutif maupun Legislatif mengambil tindakan.(Tar)

Tinggalkan Balasan