HDII Gelar Seminar Pemaknaan Budaya Tak Benda Sumsel Dalam Penerapan Desain Interior dan Arsitektur

PALEMBANG -(deklarasinews.com)- Himpunan Desainer Interior Indonesia (HDII) Sumatera Selatan (Sumsel) menggelar seminar dengan tema Pemaknaan Budaya Tak Benda Sumatera Selatan Dalam Penerapan Desain Interior dan Arsitektur, Di Ballroom Aston Hotel Palembang, Kamis (18/08/22)

Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Sumsel Ir H. Basyaruddin Akhmad M.SC mengatakan

dalam seminar yang ia hadiri mendapatkan penambahan kekayaan intelektual dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat yang tidak kita dapat visi desain itu tidak hanya terpaku pada unsur kehendak tetapi juga dari alam, maupun lain sebagainya.

” Untuk pewarnaan pun juga bisa di ambil dari hewan seperti macan Sumatera, sehingga tidak terpaku dengan songket saja untuk di Sumsel,” kata Basyaruddin.

Masih kata Basyaruddin, pihaknya untuk kedepannya akan berkolaborasi dengan para arsitek dan desain interior dengan tujuan untuk mewarnai kota Palembang, bagaimana bisa tetap mempertahankan kearifan lokal.

” Salah satu contohnya yakni di kain songket, bisa diolah dengan motif kekinian dan tidak harus diprint out sehingga bisa dilihat secara implisit tidak harus eksplisit print out bentuk songket,” katanya.

Sementara itu, Ketua Umum HDII Rohadi mengatakan, semua provinsi diminta untuk mengekspos budayanya, di Sumsel ada satu dua benda artefak yang bisa dijadikan suatu identitas yang memang harus ada kajian dan kolaborasi antara organisasi dengan lembaga pemerintahan.

” Tanjak dan songket merupakan dua ornamen di Sumsel merupakan identitas Sumsel, maka perlu nya antara pemerintah Provinsi Sumsel bersama Pemerintah kota Palembang untuk mengembangkan lagi ornamen tersebut,”ujarnya.

Ornamen tersebut perlu di kembangkan baik Pemprov maupun Pemkot untuk mengurai satu-satu dari warna, sisi, jenis, ragam, corak, motif dan sebagainya ada makna yang banyak sekali yang bisa diambil termasuk tata letak.

” Dalam hal spesifikasi dibidang desain kami dari organisasi tentu menginisiasi dan memberikan saran untuk tidak hanya satu icon saja yang diekspose seperti tanjak dan songket tetapi bisa diekspose yang lainnya juga,” paparnya.

Selain itu perlunya sensitivitas dalam pemerintahan yakni kolaborasi dengan oraganisasi atau peneliti untuk mengkaji secara mendalam tentang tata letak.

Pentingnya bekerjasama antara organisasi atau peneliti sehingga dikemudian hari tidak menjadi polemik budayawan.

” Seperti contoh salah satu ornamen yang tidak seharusnya diletakkan di bawah tetapi di bawah ternyata itu menjadi protes budayawan setempat karena memang belum dikaji terlebih dahulu, maka tentunya sensitivitas harus dimulai sehingga tidak menjadi polemik budayawan,” pungkasnya.(dkd)

Tinggalkan komentar