Kegiatan dihadiri Prof. Anna Gustina Zainal, S.Sos., M.Si., selaku Dekan FISIP Unila dan Ferry Ardiyanto, S.E., M.M., M.P.F., Ph.D., selaku Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Multilateral, Kemenko Perekonomian sebagai pemberi sambutan.
Adapun narasumber utama yaitu Sheiffi Puspapertiwi, S.IP., M.A., Analis Kebijakan Ahli Muda, Sekretariat Tim Nasional OECD, Kemenko Perekonomian dan Prof. Dr. Ari Darmastuti, M.A., Guru Besar Ilmu Politik FISIP Unila.
Kuliah umum diawali dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara Prof. Anna Gustina Zainal dan Ferry Ardiyanto mewakili Kepala Biro Manajemen Kinerja dan Kerjasama (MKKS) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia (Kemenko Perekonomian).
Prof. Anna Gustina Zainal dalam sambutannya menegaskan pentingnya forum akademik seperti ini sebagai ruang belajar yang memicu pemikiran kritis mahasiswa.
“Mahasiswa harus kritis terhadap kebijakan publik dan melihat sejauh mana kebijakan itu bermanfaat bagi masyarakat. Kampus harus berdampak nyata,” tuturnya.
Sementara itu, Ferry Ardiyanto menjelaskan proses aksesi ke OECD bukan sekadar teknis, tetapi bagian dari visi besar Indonesia untuk menjadi negara maju.
“OECD memiliki motto better policy for better life. Jika Indonesia ingin menjadi negara maju, kita harus tingkatkan PDB dan pendapatan per kapita. Saat adik-adik mahasiswa masuk pasar kerja, standar kita harus sejajar dengan 38 negara anggota OECD,” jelas Ferry.
Ferry juga menuturkan poin kerja sama terhadap mahasiswa. “Dalam beberapa poin kerja sama, terbuka kesempatan bagi adik-adik mahasiswa untuk magang di Kemenko. Gunakan peluang ini sebaik-baiknya,” tambahnya.
Dalam sesi materi, Sheiffi Puspapertiwi menekankan, aksesi ini membawa manfaat jangka panjang bagi transformasi subkultural Indonesia, khususnya dalam memperkuat daya saing, meningkatkan tata kelola kelembagaan, serta mendukung pencapaian visi Indonesia Emas 2045.
“OECD mendukung perbaikan kebijakan lintas sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan sekaligus meningkatkan kredibilitas reformasi dan posisi Indonesia dalam tatanan global,” pungkasnya.
Narasumber kedua, Prof. Dr. Ari Darmastuti, menyampaikan perspektif politik dari aksesi ini. “OECD bukan hanya forum teknokratis, tetapi simbol pengakuan bagi negara dengan ekonomi terbuka dan stabil. Keanggotaan ini akan memperkuat kredibilitas Indonesia di mata dunia,” ujarnya.
“Anak muda harus jadi motor inovasi. Industri kreatif dan budaya kompetitif jadi kunci keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah,” tambah Prof. Ari.
Diskusi yang dimoderatori Dr. Arie Fitria berlangsung dinamis dengan partisipasi aktif mahasiswa, membahas tantangan harmonisasi kebijakan nasional, peluang kerja sama internasional, dan prospek keanggotaan Indonesia di OECD.