METRO -(deklarasinews.com)- Jagat politik Kota Metro kembali diguncang skandal yang menyeret nama istri salah satu anggota legislatif. Asmara Dewi alias AD, istri sah dari Deswan alias DN, anggota DPRD Kota Metro dari Fraksi Partai NasDem sekaligus Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD, resmi dilaporkan ke Polda Lampung.
Tuduhannya tidak main-main, lantaran diduga menyebarkan laporan palsu dan berita bohong alias hoax yang dinilai menimbulkan keonaran di tengah masyarakat. Laporan itu dilayangkan langsung oleh LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Wilayah Teritorial (Wilter) Lampung, Senin (19/5/2025).
Koordiv Humas LSM GMBI Wilter Lampung, menegaskan bahwa tindakan hukum harus segera diambil agar tidak menjadi preseden buruk bagi penegakan etika dan kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif di Kota Metro.
Dalam pernyataan yang disampaikan kepada media, Imau menyitir sejumlah pasal dari regulasi pidana dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Di antaranya, Pasal 14 ayat (1) dan (2) UU No. 1 Tahun 1946 yang menyatakan bahwa siapa pun yang menyebarkan berita bohong dengan sengaja menimbulkan keonaran di tengah masyarakat dapat dipidana hingga 10 tahun penjara.
Imau juga merujuk pada revisi UU ITE Pasal 28 ayat (3) jo. Pasal 45A ayat (3), di mana penyebaran informasi elektronik yang bersifat hoaks dan menimbulkan keresahan bisa berujung hukuman penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda Rp1 miliar. Tak hanya itu, ia juga mengutip Pasal 390 KUHP tentang penipuan melalui penyebaran berita palsu demi keuntungan pribadi.
“Unsur delik yang kami lihat sangat terang benderang. Apalagi ini menyangkut nama baik lembaga DPRD, yang dalam beberapa hari terakhir dijadikan bahan olok-olokan publik gara-gara isu yang ternyata berujung penarikan laporan,” ujar Imau saat dikonfirmasi awak media, Senin (19/5/2025).
Dirinya membeberkan, Pengaduan awal dilayangkan oleh Asmara Dewi pada 5 Mei 2025. Ia secara resmi menyurati Badan Kehormatan DPRD Metro dengan tudingan bahwa suaminya, DN menjalin hubungan yang di luar kewajaran dengan RH, yang juga disebut-sebut sebagai pimpinan DPRD. Surat itu diterima langsung oleh Sekretaris DPRD, Ade Erwinsyah.
“Besoknya, 6 Mei 2025, laporan tersebut sudah menjadi konsumsi media massa. Wakil Ketua BK DPRD Metro, Wasis Riadi, dalam keterangan resmi menyatakan bahwa laporan diterima dan sedang dikaji. Asmara Dewi bahkan disebut melampirkan bukti percakapan WhatsApp antara DN dan RH yang menggambarkan kedekatan mereka sejak 2021,” jelas Imau.
Ledakan isu pun tak terbendung. Media massa lokal, grup WhatsApp warga, hingga kolom komentar di Facebook diramaikan perdebatan. Nama-nama politisi yang sebelumnya tak terdengar, tiba-tiba jadi bahan perbincangan hangat, sebagian penuh ejekan dan rasa kecewa.
Namun, puncaknya justru muncul saat berita pencabutan laporan mencuat ke publik pada 7 Mei 2025. Melalui perwakilan keluarga, Asmara Dewi menyatakan menarik kembali laporan tersebut dari BK DPRD, tanpa penjelasan rinci. “Keesokan harinya, 8 Mei 2025, pernyataan pencabutan dibenarkan dalam konferensi pers resmi oleh jajaran BK,” terang Imau.
“Pencabutan sepihak tanpa penjelasan substansial setelah menciptakan kegaduhan besar adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab. Ini berpotensi sebagai rekayasa informasi atau fitnah publik yang digunakan untuk tujuan tertentu,” imbuhnya.
Imau mendesak Polda Lampung untuk turun tangan langsung. Ia menegaskan bahwa dalam laporan mereka menyertakan dokumen dan tautan berita dari media online yang memberitakan kronologi tudingan hingga pencabutan laporan. Langkah hukum diambil agar isu ini tidak berakhir di meja lobi politik atau deal-deal senyap di balik gedung dewan.
“Kami menilai ini bukan hanya soal urusan rumah tangga, tapi menyangkut integritas lembaga DPRD dan kepercayaan publik. Harus dibuka secara terang benderang. Jika terbukti bohong, ini adalah bentuk penyesatan opini publik yang berbahaya,” tuturnya.
Aktivis pro rakyat ini menyoroti lemahnya penegakan kode etik di tubuh DPRD kota Metro, yang membuat isu personal bisa mencemari lembaga. Dirinya menyarankan pembentukan tim investigasi independen atau pansus terhadap pihak-pihak yang terlibat.
“Ada dua yang jadi korban di sini, yang pertama institusi DPRD sendiri, dan yang kedua adalah publik Kota Metro yang terus disuguhi drama tanpa akhir, tanpa penuntasan, kami sarankan DPRD kota metro membentuk tim investigasi independen atau pansus untuk menyelesaikan persoalan isu yg menyeret pimpinan DPRD dan pihak-pihak yang terlibat” ujar Imau.
Sementara itu, warga di media sosial menumpahkan kegeraman mereka atas drama yang dianggap memalukan dan menurunkan marwah DPRD.
“Kalau tidak benar, kenapa lapor? Kalau benar, kenapa dicabut? Ini pelecehan terhadap rasa keadilan publik,” tulis salah satu warganet dalam unggahan yang viral.
Kasus ini juga menjadi pelajaran penting bahwa hoax tidak selalu lahir dari media anonim atau buzzer liar. Ketika aktor penyebarnya adalah orang dekat kekuasaan, efeknya justru lebih destruktif. Kepercayaan masyarakat bisa runtuh seketika.
GMBI dan masyarakat sipil kini menunggu sikap tegas dari aparat penegak hukum. Mereka tidak ingin kasus ini menguap begitu saja, apalagi jika ada indikasi bahwa laporan palsu digunakan sebagai alat tekanan politik atau bentuk persaingan kekuasaan di tubuh legislatif.
Satu hal yang pasti, publik tidak akan diam. Dan Kota Metro kini menanti, apakah kebenaran akan ditegakkan, atau kembali dikubur oleh kepentingan elite. (Red)